PahePremium.in – Relasi kedekatan seorang bapak dan anak laki-lakinya acap kali canggung atau serba sungkan. Namun tidak untuk Father & Son. Film drama komedi keluarga arahan Danial Rifki dengan Dono Indarto sebagai penulisnya ini justru ingin membalikkannya. Sang penulis sendiri baru kali pertama ini mengerjakan skenario film panjang. Dibuat berdasarkan novel berjudul Mengaku Bapak, karya Paizin Palma P. Film orisinal produksi KlikFilm ini diperankan antara lain oleh Juan Bione Subiantoro, Dwi Sasono, Kinaryosih, Cassandra Lee, Joe Project P., dan Ence Bagus. Seperti apa permainan duet dari Dwi Sasono dengan komedinya yang khas, dan Bione dengan peran dramanya dalam film ini?

Iman (Bione) merupakan putra semata wayang Bapak (Dwi Sasono) dan Ibunya (Kinaryosih). Setelah terjadi suatu insiden, sang Bapak mengalami lumpuh total selama bertahun-tahun. Dengan Ibu yang lebih sering sibuk bekerja, Iman tumbuh sebagai pribadi tak terurus yang kerap mengabaikan pendidikannya. Kehidupan Iman di lingkungan sekolah pun tidaklah baik-baik saja. Dengan banyak kekurangan dari fisik, otak, hingga mental, Iman adalah sasaran empuk untuk sebuah praktik perundungan. Namun setelah satu insiden besar yang melibatkan Bapak terjadi, Iman mulai terombang-ambing.

Father & Son, sejujurnya, punya potensi untuk menjadi lebih dramatis dengan emosional yang mendalam. Film ini sudah punya bibit-bibit untuk mencapai itu. Tinggal ditumbuhkan dengan cara yang benar saja. Namun, sineas Father & Son tak meraih peluang itu. Walhasil, film ini sekadar sebagai bentuk medioker dari kemungkinan maksimalnya. Versi terbaik yang bisa saja dicapai, andaikan bisa dikerjakan dengan lebih optimal. Amat sayang memang, karena bangunan humornya sendiri sudah pas dalam mengisi jeda di antara drama.

Duet Dwi Sasono dan Bione juga memberi pengaruh yang besar terhadap capaian drama dan komedi Father & Son. Dwi dengan karisma kebapakannya yang bijak, tetapi lembut dan penyayang. Sedangkan Bione yang berolah peran sebagai siswa SMA dengan rambut cepak, badan kurus, polos, kikuk, lugu, dan selalu terpinggirkan dari lingkaran anak-anak populer sekolahan. Film ini memang secara terang-terangan hanya ingin menunjukkan relasi antara seorang bapak dan anak laki-lakinya. Relasi yang kemudian bertambah intens dan mendalam, justru sejak sang bapak mengalami lumpuh total bertahun-tahun. Baik dalam momen drama maupun komedi, keduanya menyajikan akting yang mumpuni.

Sisi lain, peran-peran dari tokoh-tokoh pendukung seperti Ibu Iman, guru kelas, dan para perundung tak banyak mencuri perhatian. Kehadiran mereka malah terasa sekadar mengisi kekosongan semata. Film ini memang bagus bila dilihat dari segi relasi bapak dan anaknya. Namun untuk unsur-unsur filmis lainnya, Father & Son tidaklah berbeda dengan film-film drama standar berbujet menengah. Segala plot lain di samping plot utama antara Iman dan bapaknya sering kali terasa sebagai tempelan. Tak begitu kuat untuk mengimbangi plot utama yang kerap dihadirkan dengan cara-cara unik.

Amat sayang besaran bujet terlihat jelas berpengaruh signifikan terhadap hasil akhir Father & Son. Hanya ada beberapa optimasi untuk mendukung kebutuhan cerita dari segi busana, cahaya, editing, dan pengambilan gambar. Itupun tidak banyak, dan mayoritas “lagi-lagi” hanya dukungan untuk Iman dan sang bapak. Kehadiran musiknya pun tak banyak mendongkrak film ini. Kalau saja lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sang pemeran utama bukan diambil secara rekaman, melainkan langsung di lokasi. Tentu film ini bisa lebih baik lagi. Lagipula banyak film dengan tambahan elemen musik yang berhasil dengan praktik penampilan langsung mereka.

Lewat duet kedua tokoh pentingnya, Father & Son menampilkan relasi dramatis sekaligus humoris dari seorang bapak dan anak laki-lakinya. Dwi Sasono tampil jenaka pada segmen-segmen komedi dengan ciri khasnya sendiri. Bione pun menampilkan hasil pembelajaran olah peran dari setiap filmnya sebelum ini. Jelas sekali dalam Srimulat: Hil yang Mustahal – Babak Pertama dan Father & Son. Meski kita harus sesekali gigit jari dengan bagian-bagian lain dalam film ini yang malah terlalu umum dan biasa. Biarpun kisah sebuah film hanya ingin menunjukkan relasi bapak-anak sebagaimana judulnya dengan maksimal, bukan berarti mengesampingkan aspek-aspek lain.

Google search engine

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here